Namun, bagi seorang muslim, berwisata tidak hanya untuk sekadar melepas penat dari rutinitas keseharian, tapi harus bernilai ibadah serta sebagai sarana untuk lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, yaitu Allah *Subhanahuwata’ala* melalui segala bentuk ciptaan-Nya. Seperti yang dijelaskan oleh El-Gohary (2015) yang mendefinisikan bahwa pariwisata halal sangat berakar dalam Islam, karena setiap muslim hendaknya melakukan perjalanan (karena berbagai alasan, di antaranya terkait langsung dengan syariat Islam itu sendiri seperti haji dan umrah).
Di dalam Al-Qur’an, banyak ayat yang mendukung untuk melakukan perjalanan, yakni termaktub di surah Ali Imran: 137; Al-An’am: 11; Al-Nahl: 36; Al-Naml: 69; Al-’Ankabut: 20; Ar-Rum: 9 dan 42; Saba’: 18; Yusuf: 109; Al-Hajj: 46; Fathir: 44; Ghafhir: 82 dan 21; Muhammad: 10; Yunus: 22; dan Al-Mulk: 15. Ayat-ayat Al-Qur’an tersebut mendukung perjalanan dengan tujuan spritual, fisik, dan sosial (Zamani-Farahani dan Henderson, 2010).
Komite Tetap Kerjasama Ekonomi dan Komersial Organisasi Kerjasama Islam (COMCEC) mendefinisikan *pariwisata ramah muslim* sebagai “pelancong/wisatawan muslim yang tidak ingin merusak kebutuhan dasar mereka berdasarkan keyakinan saat bepergian untuk tujuan yang diizinkan”. Pariwisata ramah muslim bertujuan untuk meningkatkan industri pariwisata berkelanjutan di Indonesia, dengan mengeksplorasi kekayaan potensi flora dan fauna Indonesia serta memberdayakan dan mendidik masyarakat dengan tetap menjaga budaya dan kearifan lokal.
Sosialisasi dan edukasi bagi wisatawan bersifat mutlak, karena kehadiran wisatawan mempengaruhi perilaku masyarakat setempat. Kedatangan wisatawan, khususnya wisatawan muslim yang benar-benar peduli terhadap lingkungan akan berdampak positif bagi masyarakat setempat, dan meningkatkan daya tariknya bagi wisatawan lokal maupun mancanegara.
*Potensi Ceruk Pasar Pariwisata Ramah Muslim di Indonesia*
Pariwisata syariah atau pariwisata halal, atau sekarang dikenal dengan pariwisata ramah muslim, merupakan bagian dari konsep pariwisata berkelanjutan yang telah diamanati oleh undang-undang. Dalam pernyataan resmi, Asisten Khusus Wakil Presiden Guntur Subagja Mahardika mengatakan, “Pariwisata halal adalah ekosistem pariwisata ramah muslim (*muslim friendly*) dengan layanan prima (*service of exellence*) dan mengusung nilai-nilai etika (*ethical values*).” (sumber: www.republika.co.id/berita/qqj53t423/pariwisata-halal-potensial-dikembangkan-di-tengah-pandemi, diakses 01 Mei 2021 <www.republika.co.id/berita/qqj53t423/pariwisata-halal-potensial-dikembangkan-di-tengah-pandemi,%20diakses%2001%20Mei%202021> )
Terminologi pariwisata halal atau pariwisata syariah atau *islamic tourism*, pariwisata ramah muslim satu sama lain memiliki kesamaan arti dengan bingkai atau benang merah yang sama, yaitu segala bentuk wisata yang tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Berbeda dengan pariwisata religi yang secara konsep mengedepankan untuk penamaan wisata ziarah khusus untuk umat muslim. Destinasi utama untuk pariwisata religi adalah Makkah dan Madinah untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan kekayaan alam dan budaya, serta memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan menjadi salah satu tempat bagi wisatawan mancanegara. Untuk itu, Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan menetapkan bahwa pembangunan pariwisata harus bertumpu pada perlindungan, pendidikan, dan pemberdayaan masyarakat.
Dalam dua dekade terakhir, produk dan layanan yang sesuai dengan hukum syariah (seperti makanan halal, pariwisata Islam, dan keuangan Islam) telah menjadi bagian penting dari perkembangan ekonomi global dan gaya hidup islami. Dengan meningkatnya kesadaran dan peningkatan wisatawan muslim, banyak pelaku industri pariwisata mulai menyediakan produk dan layanan khusus (*extended services*) yang dikembangkan dan dirancang sesuai dengan ajaran Islam, untuk memenuhi kebutuhan wisatawan tersebut. Sebagai contoh, layanan khusus yang sering dikeluhkan wisatawan muslim saat bepergian di antaranya yaitu: 1. Makanan yang halal; 2. Fasilitas sholat; 3. Kamar mandi dengan air berwudhu; 4. Pelayanan saat bulan suci Ramadhan; 5. Pencantuman logo nonhalal; serta 6. Fasilitas rekreasi yang private, seperti tempat berenang yang dipisah antara laki-laki dan perempuan. ( www.disbudpar.ntbprov.go.id/ini-6-kebutuhan-dasar-traveler-muslim-saat-traveling/ , diakses 03 Mei 2021)
Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, dan mungkin menjadi tujuan utama pariwisata muslim di dunia. Sayangnya, posisi Indonesia dalam pariwisata muslim masih belum sepopuler negara Islam lainnya. Padahal, Indonesia menjadi target pasar wisata ramah muslim bagi negara muslim dan nonmuslim di dunia. Hal ini terlihat dari meningkatnya promosi pariwisata ramah muslim oleh operator asing yang menargetkan wisatawan Indonesia yang bepergian ke luar negeri. Di saat yang sama, Indonesia masih memberikan jumlah minimum paket wisata ramah muslim ke luar negeri. Sehingga, belum banyak wisatawan mancanegara muslim yang berkunjung ke Indonesia. Oleh karena itu, perlu dibangun kesatuan sudut pandang yang terkoordinasi, dan tindakan praktis dalam membangun ekosistem pariwisata untuk mempromosikan berbagai aspek industri pariwisata ramah muslim di Indonesia.
*Pariwisata Halal Sebagai Spirit Program Studi Pariwisata UNIPI*
Jumlah market yang luas serta kurangnya sumber daya manusia menjadi salah satu alasan Universitas Persatuan Islam memposisikan diri sebagai universitas Islam pertama di Jawa Barat yang membuka program studi pariwisata, dengan konsentrasi pariwisata halal, atau kini disebut dengan pariwisata ramah muslim. Tenaga pendidik serta kurikulum yang dibuat mengikuti perkembangan pendidikan masa kini, karena tidak hanya teori saja yang diajarkan tetapi lebih pada tindakan praktis di lapangan.
Visi dan misi “Menjadi program studi yang unggul, mandiri, dan kompetitif dalam bidang pariwisata di Jawa Barat tahun 2028, serta menghasilkan lulusan yang berakhlakul karimah, profesional, dan berdaya saing” serta “Dirancang untuk menghasilkan ahli-ahli pariwisata profesional dan berakhlakul karimah, yang memiliki penguasaan secara konseptual dan praktis terhadap aspek-aspek kepariwisataan dan pengelolaan pariwisata secara umum serta spesialisasi pada pariwisata halal”.
Penulis: Ahmad Rimba Dirgantara, S.I.Kom., M.P.Par. (Dosen Prodi Pariwisata, UNIPI)